Teman Bicara
by
Arifah Wulansari
- November 01, 2019
Sumber ilustrasi : centroone.com |
Kadang aku merasa tak punya teman bicara. Yang mau mendengarkan cerita tentang hari-hariku dan menyimak dengan sungguh-sungguh apa yang aku katakan. Mungkin dia ada, tapi aku merasa ia tak benar-benar mendengarkanku. Dia hanya hadir secara lahir disampingku, tapi hadirnya tak mampu menghangatkan hatiku. Dia mendengarkanku, tapi aku merasa tak benar-benar didengarkan.
Kadang aku merasa menemukan teman bicara. Yang bisa membuatku merasa nyaman untuk menceritakan tentang apapun yang kurasakan. Dia menyimak dengan sungguh-sungguh setiap perkataanku. Dia selalu menatap mataku saat aku bicara. Menatapku dengan mata berbinar dan antusias sehingga aku yakin bahwa ia benar-benar sedang mendengarkan. Dia selalu mengingat setiap bagian ceritaku dan menghargainya meskipun itu mungkin hanyalah sebuah cerita konyol. Kehadirannya mampu membuatku tertawa lepas dan aku merasa didengar dan juga dihargai.
Tapi sayang..teman bicaraku yang menyenangkan itu tak selalu ada. Dia datang dan pergi seperti musim yang tak bisa ditebak. Saat aku menemukan teman bicara yang bisa membuatku nyaman, maka ia tak pernah bisa lama-lama bersamaku. Kemudian aku kembali merasa sendirian dan tak punya teman bicara lagi.
Untuk apa dia hadir disampingku jika dia tak mau mendengarkan? Entah tak mau atau tak bisa atau tak pernah mau belajar mendengarkan. Untuk apa dia hadir disampingku dan menjadi teman bicara yang mampu menghangatkan hatiku, jika itu hanya sementara. Lebih baik aku tak pernah bertemu dengannya. Karena setelah dia tak ada, saat aku rindu..aku tak tau kemana harus mencarinya. Aku kesepian dan itu rasanya tak menyenangkan.
Kau tahu? yang kubutuhkan adalah didengarkan. Tapi sepertinya aku sudah lelah berbicara denganmu. Dan aku memilih untuk diam.
Teman bicara...kau dan aku menyakitkan....