Inklusi Keuangan BRI, Bantu Wujudkan Cita-Cita Ibuku Berhaji

by - November 26, 2024


"Ri..tabungan ibu sepertinya sudah cukup untuk mendaftar haji. Ibu minta tolong dibantu untuk mengurus pendaftarannya ya
..sekalian daftar haji untuk bapakmu juga", obrolan ini terjadi sekitar tahun 2009 antara saya dan ibu mertua saya, selang 1 tahun setelah saya menikah.

"Alhamdulillah bu..saya ikut senang mendengarnya. InsyaAllah nanti saya dan mas Anton akan membantu bapak dan ibu untuk mengurus pendaftarannya", jawab saya bersemangat. Kala itu saya merasa kagum sekaligus bangga ketika ibu menyampaikan kabar tersebut. Karena saya paham bahwa biaya untuk naik haji itu tidak sedikit. Sementara bapak dan ibu bukanlah kalangan orang yang memiliki harta berlimpah.

Gambar : Dok.Pribadi

"Ini adalah hasil kerja keras bapak dan ibu di masa lalu, Alhamdulilah..akhirnya Allah mampukan kami untuk mendaftar haji" kata ibu lagi. Beliau adalah ibu mertua saya yang sudah saya anggap seperti ibu kandung. Namanya ibu Sudarwati, sosok ibu mertua yang sangat baik hati kepada semua orang. Anak kandung, anak mantu, cucu hingga tetangga sekitar, semua diperlakukannya dengan penuh kasih sayang layaknya keluarga sendiri tanpa membeda-bedakan.

Baca : Ibu Mertua Terbaik di Dunia

Ibu terlahir pada tahun 1951 di Blitar. Beliau tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi dan bersekolah hanya sampai lulus SD. Setelah lulus SD, ibu ikut kakaknya merantau ke Banjar, Kalimantan Selatan. Disana ibu bekerja membantu kakaknya mengelola warung makan. Dari situlah ibu mulai belajar mengelola bisnis warung makan sekaligus belajar memasak. Hingga akhirnya ibu bertemu dengan bapak yang saat itu bertugas sebagai tentara di Banjar dan akhirnya menikah. 

Setelah menikah, ibu tak lagi bekerja di warung makan milik kakaknya. Ibu memilih untuk berjualan makanan sendiri demi membantu bapak mencari tambahan uang. "Kalau hanya mengandalkan gaji bapak sebagai tentara mungkin bapak dan ibu tidak bisa mendaftar haji karena gaji tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga ibu dengan anak 3. Tapi sejak dulu ibu ingin bisa punya rumah sendiri dan naik haji. Makanya ibu selalu bekerja keras dengan cara jualan apa saja yang halal. Ibu pernah jualan makanan hingga beternak ayam petelur supaya bisa dijual telurnya selama tinggal di Banjar. Untungnya tentara itu dapat fasilitas mess sederhana yang bisa ditempati tanpa harus membayar biaya sewa sehingga beban keuangan tidak terlalu berat", kata ibu sambil mengenang perjuangan beliau di masa lalu.

Foto : Dok.Pribadi
Setelah tugas di Banjar selesai, bapak pindah tugas ke Jogja dan ibu harus ikut bapak. Saat di Jogja, bapak dan ibu tinggal di Blok O Komplek TNI Angkatan Udara yang boleh ditempati oleh prajurit dan keluarganya hingga akhir masa tugas. Namun ibu punya prinsip yaitu tidak mau terlena dengan kehidupan di Komplek TNI dan saat bapak pensiun harus sudah bisa punya rumah sendiri. Makanya ibu memilih untuk tetap bekerja keras dan bisa menghasilkan uang meskipun sebagai ibu rumah tangga. Satu-satunya ketrampilan yang ibu miliki adalah memasak, maka dengan modal itu ibu berusaha untuk bisa menghasilkan uang. Setiap hari ibu sudah bangun jam 3 pagi untuk memasak makanan seperti snack dan jajanan lainnya untuk dijual dengan dititipkan ke warung. Selanjutnya ibu juga akan berjualan sendiri makanan berupa lotek, soto serta gado-gado di teras rumah mulai dari pagi hingga sore hari. 

Sejak dulu ibu selalu berusaha untuk menghemat pengeluaran. Gaji tentara yang diperoleh dari bapak sebagian digunakan untuk modal jualan makanan. Kemudian untuk makan sehari-hari keluarga, masaknya jadi satu dengan makanan yang akan dijual supaya lebih irit. Misalnya hari ini jualan soto, maka sebagian kecil dari masakan soto digunakan untuk makan keluarga pada hari itu. Uang yang didapat pun selalu ditabung sedikit demi sedikit. Kata ibu, sejak masih tinggal di Banjar ibu sudah menabung di BRI yang merupakan satu-satunya bank yang mudah diakses dari tempat tinggal ibu yang agak terpencil.

"Ibu simpan uang di Simpedes BRI sampai uangnya cukup untuk membeli emas. Setelah itu ibu nabung lagi dari uang hasil jualan dan sebagian gaji bapak. Pokoknya harus ada uang yang ditabung setiap bulan meskipun hanya sedikit. Investasi ibu ya dengan cara beli emas dari hasil nabung di BRI", cerita ibu lagi.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) memang satu-satunya bank yang keberadaannya paling mudah ditemukan hingga pelosok negeri, termasuk daerah terpencil. Bahkan BRI juga merupakan bank pertama di dunia yang memiliki bank terapung untuk menjangkau nasabah di pulau-pulau pada beberapa wilayah di Indonesia seperti di Kepulauan Seribu, Labuan Bajo dan Kepulauan Halmahera Selatan. Dari jaman dulu sampai sekarang, untuk urusan inklusi keuangan Bank BRI memang tak ada tandingannya. Inklusi keuangan adalah upaya untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat memiliki akses yang mudah dan merata terhadap layanan keuangan formal. Beberapa wujud nyata dari Layanan Inkusif & Inklusi keuangan dari Bank BRI adalah sebagai berikut :

  1. Pembiayaan UMKM : BRI sangat peduli pada pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan selalu berkomitmen untuk memperluas akses keuangan bagi segmen UMKM. Saat ini portofolio kredit mikro BRI telah mencapai lebih dari 40%.
  2. BRIsat : Pada tahun 2016, BRI meluncurkan satelit BRIsat sehingga menjadikan BRI sebagai bank pertama di dunia yang memiliki satelit sendiri. Dengan inovasi ini, BRI dapat menjangkau daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia, sehingga lebih banyak orang yang dapat mengakses layanan keuangan.
  3. Agen BRILink : Terdapat lebih dari 719 ribu Agen BRILink yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Agen BRILink bertugas membantu masyarakat untuk dapat mengakses layanan perbankan tanpa harus pergi ke kantor cabang.
  4. Program Simpanan Pelajar (Simpel) : Program ini ditujukan untuk para pelajar serta menawarkan fitur bebas biaya administrasi dan setoran yang terjangkau, sehingga dapat mendorong inklusi keuangan sejak usia dini.
  5. BRIAPI : Merupakan Platform Open API dari BRI yang memungkinkan pihak ketiga seperti startup dan fintech untuk menggunakan fitur atau layanan finansial BRI dalam platform mereka. Hal ini dapat membantu memperluas ekosistem keuangan yang inklusif.
  6. Literasi Keuangan dan Ditigal : BRI juga sangat peduli pada peningkatan literasi keuangan dan digital bagi UMKM. Program ini meliputi pelatihan manajemen keuangan dasar, literasi bisnis dan literasi digital untuk membantu UMKM go digital, go modern dan go global.


Inklusi keuangan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan produk dan layanan keuangan yang bermanfaat dan terjangkau. Pelayanan inklusif dari BRI juga selalu menempatkan konsumen sebagai pusat dalam proses pengambilan keputusan keuangan.
 Ibu mertua saya merupakan salah satu penerima manfaatnya.

"Dari dulu, cita-cita ibu hanya 3 yaitu bisa hidup mandiri tanpa menyusahkan orang lain, bisa punya rumah sendiri, dan bisa pergi haji", kata ibu lagi. Makanya ibu tidak pernah punya keinginan untuk membeli barang-barang mewah yang hanya bermanfaat untuk memenuhi gaya hidup. Ibu memilih gaya hidup sederhana. Disaat teman-teman ibu yang sesama istri tentara membeli perabotan rumah tangga mewah atau tas mewah, ibu tidak pernah ikut-ikutan. Ibu lebih suka membeli perabot rumah tangga bekas milik teman ibu yang suaminya akan pindah tugas keluar kota. Biasanya di komplek tentara, ada saja yang pindah tugas dan tidak mampu membawa semua perabotannya. Perabot ini akan dijual murah atau kadang diberikan secara cuma-cuma kepada pihak yang membutuhkan. Kata ibu, sebagian besar perabotan yang ada di rumah ibu, diperoleh dari hasil membeli perabotan bekas milik teman ibu.

Dengan kerja keras, ketekunan serta gaya hidup sederhana yang beliau terapkan, dan menabung secara rutin di BRI akhirnya cita-cita ibu dapat terwujud satu demi satu. Menurut cerita ibu, pada tahun 1999 saat bapak pensiun mereka sudah berhasil membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Sehingga bapak dan ibu tidak mengalami kesulitan saat tak lagi punya hak tinggal di komplek tentara.

Foto : Dok.Pribadi

Setelah bapak pensiun, bapak jadi bisa full membantu ibu berbisnis makanan kecil-kecilan. Ibu tidak lagi berjualan makanan di teras rumah seperti dulu, tapi ibu sering menerima pesanan makanan dari para pelanggan ibu saat masih tinggal di komplek tentara serta tetangga baru di sekitar rumah. Dari usaha warung lotek, soto dan gado-gado di teras rumah, kemudian berubah menjadi bisnis catering rumahan yang hanya menerima pesanan. Ibu juga masih rajin menabung di BRI serta menginvestasikan hasil tabungannya dalam bentuk emas. Anak-anak ibu juga sudah mandiri, kakak ada yang menjadi perwira di TNI AD dan anak terakhir ibu yaitu suami saya berprofesi sebagai PNS.

Gambar :Dok.Pribadi

Pada tahun 2007, ibu punya ide untuk membeli mobil pick up bekas sebagai sarana untuk memperluas pasar bisnis jualan makanan milik ibu. Saat itu ada penawaran Kredit Mikro dari BRI yang diperuntukkan bagi UMKM dalam bentuk KUR (Kredit Usaha Rakyat), sehingga ibu memanfaatkan layanan ini untuk mengembangkan usaha. Dengan mobil pick up tersebut, maka bapak dan ibu bisa keliling jualan makanan ke berbagai area keramaian di Kota Jogja. Apalagi bapak pensiun di usia 53 tahun dan masih sehat, sehingga kegiatan ini juga bisa jadi aktivitas bapak untuk mengisi masa pensiun supaya tidak jenuh di rumah. Kadang ibu menjual makanan matang seperti nasi, lauk dan sayuran. Kadang-kadang juga berjualan buah-buahan. Menurut cerita ibu, dengan cara berjualan keliling menggunakan pick up keuntungannya bisa berkali lipat dibanding hanya jualan lotek, soto atau gado-gado di teras rumah. Berkat usaha ini ibu bisa menambah saldo tabungan BRI sehingga akhirnya bisa mendaftar haji di tahun 2009.  

Bank BRI itu memang jadi bank favoritnya banyak orang. Karena aksesnya mudah dan pelayanannya juga ramah. Apalagi sejak tahun 2014 mulai beroperasi BRILink yang mampu menjawab kebutuhan nasabah di tataran ekonomi akar rumput yang mungkin merasa tidak nyaman atau kurang percaya diri jika harus datang ke bank untuk melakukan transaksi perbankan. 

"Inklusi keuangan merupakan faktor pendukung utama untuk mengurangi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan"

Pada tahun 2009 setelah obrolan bersama ibu tentang keinginan beliau mendaftar haji, maka saya dan suami segera menemani Ibu dan bapak mertua untuk mendaftar haji. Rencananya mereka berdua ingin pergi haji bersama-sama. Setelah mendaftar haji di tahun 2009, bapak dan ibu mendapat jadwal keberangkatan haji di tahun 2019. Namun, qodarullah bapak mertua meninggal dunia pada tahun 2018. Beliau meninggal dalam tidur, setelah menjalankan ibadah sholat dhuha dan menunggu waktu sholat Jumat tiba.


Ketika ibu mendapat panggilan untuk berangkat haji pada tahun 2019, ibu minta pengunduran jadwal karena ibu masih berduka lantaran kehilangan bapak secara tiba-tiba. Selain itu, ibu juga ingin berangkat haji ditemani oleh suami saya yang akan menggantikan jatah porsi haji milik bapak. Syaratnya suami harus melalui masa tunggu minimal 2 tahun sejak mendaftar haji di tahun 2018 agar bisa menemani ibu berhaji dengan status sebagai pendamping lansia. Tapi kemudian terjadi pandemi Covid di tahun 2020, sehingga ibu baru mendapatkan panggilan lagi untuk berangkat haji pada tahun 2023.

Atas izin Allah SWT, pada tahun 2023 mimpi besar ibu untuk pergi haji benar-benar terwujud. Kami semua merasa sangat terharu saat mengantarkan ibu berangkat haji. Ibu tidak jadi pergi haji didampingi suami saya, karena pada tahun 2023 terjadi perubahan kebijakan aturan haji yaitu pemerintah tidak membuka kuota untuk pendamping lansia. Meskipun berangkat sendiri, ibu mertua saya tetap semangat dan alhamdulilah selama berada di tanah suci ibu diberikan kesehatan dan bisa menjalankan ibadah haji dengan lancar. 
Gambar : Dok.Pribadi
Jumat, 21 Juli 2023. Saya masih ingat hari itu adalah hari kepulangan ibu dari ibadah haji. Dengan penuh suka cita, kami semua anak-anak ibu menjemput beliau di Balai Kota. Kala itu ibu tampak sangat sehat dan ceria, tak ada keluhan sakit sejak ibu pulang dari tanah suci. Semenjak pulang dari berhaji, Ibu banyak bercerita tentang pengalamannya menjalankan ibadah haji serta menerima tamu yang bersilaturahmi ke rumah ibu demi menyambut kepulangan beliau. Kami tidak pernah menyangka bahwa 2 minggu setelah hari itu ibu yang sangat kami sayangi akan pergi untuk selamanya.

Jumat, 4 Agustus 2023 sebelum subuh ibu berpulang tanpa merasakan sakit apa-apa sebelumnya. Hari itu belum genap 40 hari sejak ibu pulang dari tanah suci. Atas keinginannya sendiri, ibu memasak makanan yang akan dibagi-bagikan di masjid untuk sedekah Jumat. Ibu memang tidak pernah merasa lelah untuk berbuat kebaikan. Jam 3 pagi ibu sudah bangun untuk menyiapkan masakan, semuanya sudah matang hanya tinggal membungkus makanan saja. Namun tiba-tiba ibu merasa dadanya sesak dan minta diantar ke rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit, ibu masih sadar dan masih bisa berjalan sendiri menuju UGD. Namun begitu diperiksa oleh dokter di UGD, tiba-tiba ibu tidak sadarkan diri dan langsung meninggal dunia.

"Siapa saja yang berhaji, lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa, niscaya ia pulang (suci) seperti hari dilahirkan oleh ibunya." (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Tak ada seorangpun yang menyangka bahwa ibu akan pergi secepat itu, semua terkejut dan shock mendengar berita bahwa ibu telah wafat. Kami semua merasa sangat kehilangan. Suami saya yang tidak pernah menangis, hari itu tampak sangat hancur saat memeluk jenazah ibu di ruang jenazah rumah sakit. Begitu pula saya, meskipun beliau bukanlah ibu kandung saya tapi rasanya benar-benar hancur dan patah hati.

Di hari meninggalnya ibu, ternyata cita-cita yang dulu pernah ibu sampaikan kepada saya bahwa beliau tidak pernah ingin menyusahkan orang lain benar-benar terwujud. Ibu wafat dengan cara yang sangat mudah. Selain itu, ibu sudah memasak banyak sekali makanan untuk sedekah jumat, yang akhirnya tidak jadi dibagikan ke masjid namun malah digunakan untuk menyuguh tamu-tamu yang datang melayat ke rumah ibu. Hampir semua tamu yang datang merasa kagum, bagaimana bisa ibu memasak sendiri makanan untuk tamu-tamu yang datang melayat di hari wafatnya beliau. Seperti sudah menyiapkan semua sendiri dan tidak ingin merepotkan siapapun.
Gambar : Dok.Pribadi
Ibu meninggal pada usia 72 tahun di hari yang sama seperti bapak yaitu hari Jumat. Beliau dimakamkan pada di hari itu juga, berdekatan dengan makam bapak. Ibu wafat selang 2 minggu setelah impiannya untuk berhaji terwujud. Cara meninggal dunia yang membuat iri banyak orang, termasuk saya. Ibu memang telah tiada, namun ada banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan dari sosok ibu mertua saya yaitu tentang kerja keras, ketekunan, kebaikan serta ketulusan hati serta gaya hidup sederhana dan bersahaja.

Setelah semua urusan pemakaman ibu dan masa berduka cita selesai, kami anak-anak ibu mulai mengurus harta peninggalan ibu. Ternyata ibu masih punya beberapa simpanan dalam bentuk emas dan uang pensiun janda beberapa bulan terakhir yang belum sempat diambil ibu karena beliau sedang beribadah haji. Biasanya ibu akan mengambil uang pensiun janda ke kantor pos dengan diantar suami saya. Namun setelah ibu meninggal dunia, ternyata uang tersebut tidak bisa diambil secara tunai. Ahli waris harus melakukan proses pengurusan administrasi melalui ASABRI dan uangnya akan ditransfer melalui bank yang bekerjasama dengan ASABRI. Salah satunya adalah Bank BRI.

“Bukan soal seberapa banyak seseorang menghasilkan uang, namun untuk apa uang itu dipergunakan.”- (John Ruskin)

Rekening BRI milik ibu tentu tak bisa digunakan lagi. Sehingga akhirnya suami saya yang sebelumnya tidak memiliki rekening BRI memutuskan untuk membuka rekening di Bank BRI. Alhamdulilah, semua proses mendapatkan kemudahan hingga akhirnya uang pensiun janda terakhir yang menjadi hak ibu berhasil dicairkan melalui Bank BRI. 
Gambar : Dok. Pribadi
Kami anak-anak ibu memutuskan untuk menyedekahkan harta terakhir ibu tersebut untuk keperluan pembangunan mushola di Blitar yang dibangun di atas tanah wakaf dari ibu. Iya..sebelum meninggal, ibu sempat berwasiat kepada kami anak-anaknya untuk mendukung pembangunan mushola di Blitar tanah kelahiran ibu. Mushola itu dibangun di atas tanah yang merupakan tanah warisan dari orang tua ibu di Blitar. Ibu memutuskan untuk mewakafkan tanah warisan tersebut dan dibangun Mushola untuk warga sekitar. Ah..ibuku sungguh mulia sekali hatimu, semoga disisi Allah SWT engkau juga mendapatkan tempat yang mulia dan berbahagia disana bersama bapak.

Lantaran mengurus pencairan uang pensiun janda terakhir milik ibu di BRI, kami jadi lebih mengenal bank BRI. Ternyata BRI kini semakian BRILiaN dan Cemerlang. Bank BRI adalah Bank yang paling mudah ditemukan keberadaannya karena memiliki lebih dari 10.000 unit kerja serta lebih dari 20.000 ATM yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk daerah-daerah terpencil. Sehingga sangat memudahkan kami untuk mengakses layanan perbankan di mana saja. Selain itu juga ada layanan digital dari BRI yaitu aplikasi BRImo yang dapat memudahkan kami untuk melakukan transaksi perbankan secara online. Bank milik BUMN yang berusia 129 tahun ini selalu berupaya untuk menciptakan solusi finansial yang inovatif, berkelanjutan serta berdampak positif bagi masyarakat dan pemangku kepentingan dengan ide-idenya yang brilian serta inovasinya yang cemerlang.
Gambar : Dok. Pribadi

Setiap kali ingat BRI saya jadi teringat dengan cerita perjuangan ibu mertua saya. Inklusi keuangan bank BRI telah membantu ibu mewujudkan cita-cita untuk berhaji. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Berkat kesabaran dan ketekunan ibu dalam menabung di BRI, berinvestasi emas serta keuletan beliau dalam mengembangkan usahanya dengan bantuan KUR BRI, akhirnya ibu dapat mewujudkan semua cita-citanya. Sungguh sebuah pelajaran tentang perjuangan hidup yang dapat dijadikan contoh dan teladan bagi siapapun.

You May Also Like

0 comments

Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)