#BijakBerenergi Dari Rumah Demi Jaga Bumi
Bagi sebagian orang, isu perubahan iklim mungkin masih dianggap sebagai prediksi yang masih belum terjadi. Padahal kenyataannya dampak perubahan iklim kini sudah sangat terasa.Saya masih ingat pemandangan yang biasa saya saksikan setiap kali saya naik kereta dari Jogja menuju Semarang pada musim kemarau tahun 2019 lalu. Sejak memasuki kawasan Gemolong hingga Telawa, dari balik kaca gerbong kereta saya melihat sungai - sungai tampak kering kerontang. Tak ada sedikitpun air mengalir pada setiap badan sungai yang saya lewati, sehingga jalur-jalur sungai yang terbentang di sepanjang perjalanan jadi tampak seperti jalan setapak. Sesekali saya juga melihat pemandangan warga yang sedang mengantre air bersih. Mereka berkerumun di sekitar truk bantuan tangki air bersih sambil membawa ember. Tak hanya itu saja, pepohonan serta tanaman yang ada di kanan dan kiri rel juga terlihat meranggas kekeringan. Daunnya tak lagi berwarna hijau, namun berganti warna coklat dan tak jarang saya melihat ladang yang hanya menyisakan abu lantaran habis terbakar.
Sungai kering tampak seperti jalan setapak. Sumber ilustrasi : Antaranews |
Sebelum pandemi corona mulai merebak, setiap minggu saya memang rutin bolak - balik Jogja - Semarang dengan menggunakan kereta api demi menyelesaikan kuliah saya. Makanya pemandangan sungai kering sepanjang perjalanan ini menjadi hal yang selalu membuat saya merasa miris dan prihatin.
Pemandangan berbeda, akan terlihat begitu kereta memasuki kawasan stasiun Tawang Semarang. Di sisi kanan dan kiri rel kereta akan tampak genangan air yang bentuknya seperti danau. Air tersebut merupakan luapan dari air laut (rob) yang tak pernah bisa kembali surut. Rob yang terjadi di Semarang memang telah membuat banyak perkampungan warga menjadi tenggelam dan terpaksa harus direlokasi. Kondisi rob yang semakin parah ini juga terjadi di daerah Pekalongan. Infonya permukaan tanah di Pekalongan turun hampir setengah meter setiap tahunnya akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Jika tidak ada upaya penanganan, diramalkan lama-lama kota Pekalongan bisa tenggelam. Saya sering merasa ngeri manakala membayangkan nasib warga yang terdampak oleh rob. Mereka jadi kehilangan rumah dan tanah tempat tinggal. Jika ada warga yang memilih tetap bertahan tinggal di sekitar daerah rob dengan cara meninggikan lantai rumahnya, mereka juga harus siap dengan kondisi banjir kiriman yang akan datang secara rutin setiap tahun.
Pemandangan berbeda, akan terlihat begitu kereta memasuki kawasan stasiun Tawang Semarang. Di sisi kanan dan kiri rel kereta akan tampak genangan air yang bentuknya seperti danau. Air tersebut merupakan luapan dari air laut (rob) yang tak pernah bisa kembali surut. Rob yang terjadi di Semarang memang telah membuat banyak perkampungan warga menjadi tenggelam dan terpaksa harus direlokasi. Kondisi rob yang semakin parah ini juga terjadi di daerah Pekalongan. Infonya permukaan tanah di Pekalongan turun hampir setengah meter setiap tahunnya akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Jika tidak ada upaya penanganan, diramalkan lama-lama kota Pekalongan bisa tenggelam. Saya sering merasa ngeri manakala membayangkan nasib warga yang terdampak oleh rob. Mereka jadi kehilangan rumah dan tanah tempat tinggal. Jika ada warga yang memilih tetap bertahan tinggal di sekitar daerah rob dengan cara meninggikan lantai rumahnya, mereka juga harus siap dengan kondisi banjir kiriman yang akan datang secara rutin setiap tahun.
Rob yang menggenangi kawasan rumah warga. Sumber Ilustrasi : tribunnews |
Sumber ilustrasi : beritagar |
Dampak perubahan iklim ini juga telah menyebabkan cuaca di kota tempat tinggal saya yang dulu sejuk, kini jadi terasa semakin panas. Bahkan tiap kali hujan turun, sering sekali disertai dengan angin kencang yang membuat saya khawatir. Musim kemarau tahun lalu, tetangga yang tinggal di kampung sebelah juga bercerita bahwa air sumurnya mulai kering. Padahal sudah puluhan tahun ia tinggal disitu dan sumurnya tidak pernah kering.
Perubahan iklim adalah fenomena terjadinya perubahan suhu, curah hujan, pola angin serta efek lain secara drastis sebagai akibat dari aktivitas manusia. Para ilmuwan sudah meramalkan, apabila perubahan iklim ini tidak ditanggulangi bersama secara serius maka dimasa depan peradaban masyarakat bumi akan terancam.
Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Perubahan iklim ini terjadi akibat ulah manusia yang "hobi" melepaskan gas karbondioksida (CO2) ke atmosfer dan menimbulkan efek gas rumah kaca sehingga temperatur bumi menjadi naik secara tidak wajar. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), penumpukan emisi gas rumah kaca di atmosfer sejak masa praindustri sampai sekarang sudah menyebabkan suhu rata- rata bumi naik sekitar 1 derajat celcius. Apabila tidak dilakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran, maka IPCC memprediksi dalam dua atau tiga dekade mendatang suhu rata-rata bumi bisa naik lagi sampai melebihi 1,5 derajat Celcius.
Perubahan iklim adalah fenomena terjadinya perubahan suhu, curah hujan, pola angin serta efek lain secara drastis sebagai akibat dari aktivitas manusia. Para ilmuwan sudah meramalkan, apabila perubahan iklim ini tidak ditanggulangi bersama secara serius maka dimasa depan peradaban masyarakat bumi akan terancam.
Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Perubahan iklim ini terjadi akibat ulah manusia yang "hobi" melepaskan gas karbondioksida (CO2) ke atmosfer dan menimbulkan efek gas rumah kaca sehingga temperatur bumi menjadi naik secara tidak wajar. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), penumpukan emisi gas rumah kaca di atmosfer sejak masa praindustri sampai sekarang sudah menyebabkan suhu rata- rata bumi naik sekitar 1 derajat celcius. Apabila tidak dilakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran, maka IPCC memprediksi dalam dua atau tiga dekade mendatang suhu rata-rata bumi bisa naik lagi sampai melebihi 1,5 derajat Celcius.
Efek Gas Rumah Kaca. Sumber Ilustrasi : wwf |
Wah, ngeri juga ya kalau suhu rata-rata bumi terus meningkat, kemudian gunung es di kutub utara semakin banyak yang mencair. Dampaknya tinggi muka air laut bakal terus naik dan akan banyak daratan yang tenggelam. Tak hanya itu saja, cuaca ekstrim juga akan semakin sering terjadi. Tentu, kita semua tidak ingin perubahan iklim ini terjadi semakin parah di bumi kita tercinta. Makanya bumi harus kita jaga sama-sama.
50% perubahan iklim terjadi karena penggunaan energi yang tak efisien (detik.com)
Menurut artikel yang pernah saya baca dikatakan bahwa 50% perubahan iklim yang terjadi disebabkan karena penggunaan energi yang tidak efisien, misalnya penggunaan listrik serta bahan bakar yang berlebihan. Penggunaan listrik dan bahan bakar dalam kehidupan sehari-hari memang menjadi kebutuhan pokok bagi setiap orang. Kehidupan akan kacau jika tidak ada listrik, contoh nyatanya saat terjadi black out listrik di Jakarta pada tahun 2019 lalu. Gara-gara listrik mati, semua aktivitas masyarakat lumpuh total. Aktivitas bisnis dan ekonomi jadi kacau bahkan sampai merugi. Begitu pula dengan penggunaan bahan bakar, kita semua masih sangat tergantung dengan bahan bakar yang bersumber dari energi fosil seperti minyak bumi dan gas. Misalnya untuk menjalankan kendaraan kita butuh BBM, untuk memasak kita butuh gas LPG.
Listrik dan bahan bakar memang sangat penting bagi kehidupan kita, namun di sisi lain ada dampak yang timbul akibat penggunaan listrik dan bahan bakar yaitu meningkatnya emisi karbondioksida ke atmosfer yang dapat memicu terjadinya perubahan iklim. Kenapa penggunaan energi listrik bisa meningkatkan emisi karbon? Karena pembangkit tenaga listrik yang digunakan di Indonesia sebagian besar masih menggunakan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas. Jadi, kalau kita boros dalam penggunaan listrik maka akan semakin banyak bahan bakar fosil yang dibakar untuk menggerakkan generator listrik demi mecukupi kebutuhan energi kita. Itulah yang bisa bikin emisi karbon jadi meningkat.
Sumber ilustrasi : beritagar |
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim? nggak bisa jugakan kalau harus stop menggunakan listrik dan bahan bakar? Sementara pengembangan energi terbarukan belum efektif berjalan seperti yang diharapkan. Maka sebagai rakyat jelata yang bisa kita lakukan adalah menggunakan energi secara bijak yaitu sesuai kebutuhan dan seefisien mungkin. Dan ini bisa dimulai dari rumah kita masing-masing.
#BijakBerenergi Dimulai Dari Rumah
Sejak muncul bencana baru yaitu pandemi corona yang terjadi secara merata di seluruh dunia maka manusia diwajibkan untuk mengkarantina diri di rumah masing-masing demi keselamatan bersama. Ternyata kondisi ini malah menyebabkan bumi jadi bisa sedikit bernafas lega. Jalanan menjadi lengang. Deru, debu, asap kendaraan serta emisi pabrik berkurang sehingga udara menjadi lebih bersih dan langit lebih cerah. Namun saat lebih banyak manusia berdiam diri di rumah ternyata konsumsi energi listrik dan gas jadi ikut meningkat.
Selama masa pandemi Kementrian ESDM mencatat terjadinya peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dan gas mencapai lebih dari 30%. Hal ini terjadi karena aktivitas masyarakat jadi lebih banyak dilakukan di rumah sejak adanya pandemi corona. Saya dan keluarga saya juga mengalami hal yang sama. Sejak ada corona, saya tidak pernah lagi pergi ke Semarang. Kegiatan kuliah dilakukan secara daring dari rumah masing-masing. Suami juga bekerja dari rumah. Kondisi ini menyebabkan laptop di rumah kami menyala setiap hari. Begitu pula anak-anak saya yang harus sekolah dari rumah, setiap hari saya terpaksa menyalakan printer untuk mencetak soal yang dikirimkan sekolah agar bisa dikerjakan anak saya di rumah.
Dalam urusan penggunaan gas LPG memang sekarang jadi lebih boros. Dulu sebelum ada pandemi corona, saya hampir tidak pernah masak di rumah karena waktu saya lebih banyak di Semarang. Hanya setiap weekend saja saya pulang ke rumah saya di Jogja. Suami juga jarang masak, paling-paling hanya masak sarapan pagi. Saat siang hari, suami biasa makan siang di kantor dan anak-anak makan siang di sekolah. Saat malam hari mereka lebih sering membeli makanan dari luar. Makanya gas LPG di rumah saya bisa awet hingga berbulan - bulan lantaran jarang digunakan.
Namun kini sejak ada pandemi corona, setiap hari saya selalu memasak untuk kebutuhan makan pagi, siang dan malam bagi keluarga saya. Makanya tidak heran jika penggunaan gas LPG jadi lebih banyak dari biasanya. Meskipun listrik dan gas LPG merupakan kebutuhan pokok selama masa karantina di rumah, namun ada cara yang bisa dilakukan untuk lebih bijak dalam penggunaan energi yaitu sebagai berikut :
1. Mencabut kabel listrik yang tidak digunakan
Kebiasaan tidak mencabut kabel listrik saat alat elektronik tidak digunakan pernah saya lakukan. Biasanya ini terjadi pada peralatan elektronik seperti televisi, kipas angin, charger hp serta mesin cuci. Meskipun sedang tidak digunakan, tapi kabel listriknya sering saya biarkan masih menancap pada stop kontak. Ternyata kebiasaan semacam ini masih bisa menyedot energi listrik, yang biasa diibaratkan sebagai vampir listrik.
sumber ilustrasi : twitter pln |
Makanya saya kemudian menempelkan stiker vampir listrik pada stop kontak yang ada di rumah saya. Tujuannya untuk mengingatkan saya dan juga semua orang yang ada di rumah supaya disiplin mencabut kabel listrik saat tidak digunakan. Adanya stiker semacam ini sangat efektif untuk mengingatkan kami agar disiplin mencabut kabel listrik saat alat elektronik tidak digunakan, bahkan bisa menjadi sarana edukasi untuk anak-anak saya. Anak-anak akan langsung mengingatkan saya atau suami manakala mereka melihat ada kabel yang masih belum dicabut dari stop kontak. "Ma..awas nanti listriknya disedot sama vampir", begitu kata anak saya.
Stiker vampir listrik, Foto : Dok.Pribadi |
Penggunaan magic com juga kini saya ubah polanya. Jika dulu magic com biasa saya tancapkan kabelnya secara terus menerus untuk menghangatkan nasi, maka kini tidak lagi. Kabel listrik hanya saya tancapkan saat memasak nasi, dan menghangatkan nasi saat mau makan saja. Selain lebih menghemat listrik, ternyata juga bisa bikin nasi jadi tidak cepat kering. Jangan khawatir nasi basi saat penghangat tidak dinyalakan, letakkan saja kain bersih pada bagian tutup magic com untuk menyerap uap air. Masak nasinya juga tidak perlu banyak-banyak, sesuai kebutuhan saja. Dengan begitu maka tidak ada energi yang terbuang sia - sia.
2. Disiplin mematikan lampu & televisi
Kebiasaan membiarkan lampu tetap menyala saat pagi dan siang hari merupakan salah satu penyebab borosnya penggunaan listrik rumah tangga. Begitu matahari terbit, maka saya akan segera mematikan semua lampu yang ada di rumah.
Saat malam hari, sebaiknya lampu ruangan yang tidak digunakan dimatikan saja. Misalnya di rumah saya, saat malam hari lampu ruang tamu hanya saya nyalakan ketika ada tamu datang berkunjung. Saya hanya menyalakan lampu di ruangan yang biasa digunakan untuk beraktivitas keluarga, seperti ruang tengah, kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Nanti pada saat semua anggota keluarga istirahat tidur, semua lampu akan dimatikan. Hanya lampu yang berfungsi untuk keamanan saja yang tetap dibiarkan menyala, seperti lampu teras dan lampu jalan. Lampu ruangan lain seperti lampu garasi serta lampu dapur juga masih saya nyalakan supaya rumah tidak terlalu gelap gulita. Hal ini saya lakukan demi keamanan.
Sumber ilustrasi : webstockreview.net |
Dengan mematikan lampu kamar tidur, maka kualitas tidur akan lebih baik. Kami sekeluarga memang tidak terbiasa tidur dengan lampu menyala. Begitu pula dengan televisi, jika tidak sedang ditonton maka lebih baik dimatikan saja. Saya tidak pernah membiarkan televisi menyala sendiri tanpa ditonton hingga berjam-jam, apalagi menyalakan televisi hingga ketiduran. Jika sebelum tidur ingin nonton tv, maka nyalakan timer televisi sebagai antisipasi jika sampai ketiduran. Dengan begitu televisi tidak akan menyala terus sampai pagi.
3. Memaksimalkan penggunaan cahaya alami
Dulu saat mulai membangun rumah, saya dan suami sudah sepakat bahwa rumah kami harus didesain dengan kondisi ventilasi dan pencahayaan yang baik. Kami inginnya setiap ruangan memiliki akses jendela ke halaman luar. Namun kami terkendala dengan kondisi lahan yang terbatas, sehingga ada ruangan yang tidak bisa punya akses untuk membuat jendela keluar. Hal ini karena temboknya sudah langsung berdempetan dengan tembok rumah tetangga. Makanya kami kemudian memasang genteng kaca pada ruangan yang tidak ada jendelanya.
Genteng kaca untuk memaksimalkan penggunaan cahaya alami. Foto : dok.pri |
Dengan cara ini sinar matahari bisa masuk secara maksimal dan saat pagi hingga sore hari ruangan tersebut tetap terang benderang meskipun lampu tidak dinyalakan. Dengan memaksimalkan penggunaan cahaya alami di setiap ruangan, maka tidak ada lampu listrik yang harus menyala sepanjang hari di rumah saya.
4. Menggunakan AC secara bijak
Saya hanya memasang 1 buah AC di rumah saya. AC ini dulu sering saya nyalakan saat anak saya masih bayi. Tau sendirikan, bayi sering rewel dan tidak bisa tidur saat udara terasa panas. Namun seiring dengan pertumbuhan anak saya yang semakin besar, AC di rumah jadi lebih jarang digunakan. Hanya pada saat kondisi cuaca benar-benar panas saja, baru deh AC dinyalakan.
Bijak dalam penggunaan AC di rumah. Foto : Dok.Pribadi |
Suhu yang saya gunakan biasanya juga hanya berkisar pada angka 27-28 derajat celcius. Suhu tersebut sudah nyaman bagi keluarga saya. Menyetel suhu pada angka yang tidak terlalu rendah, infonya juga bisa menghemat penggunaan listrik. Saat menggunakan AC pada malam hari sebelum tidur jika cuaca sedang sangat panas, timer juga pasti saya nyalakan. Supaya saat sudah tertidur, AC bisa mati dengan sendirinya dan tidak terus menyala hingga pagi tiba.
5. Memasak makanan sesuai kebutuhan
Saya termasuk orang yang "pelit" dalam urusan penyediaan makanan. Maksudnya saya tidak suka dengan penyediaan makanan yang berlebih-lebihan yaitu dengan menyediakan terlalu banyak jenis makanan di meja makan yang belum tentu bisa habis dimakan oleh anggota keluarga saya. Terutama saat ramadhan seperti sekarang, dimana biasanya orang-orang senang sekali menyajikan makanan yang beraneka macam. Sebelum masak saya selalu berkompromi dengan anak dan suami saya, seperti mau lauk dan sayur apa. Jika anak dan suami memiliki keinginan yang berbeda maka biasanya suami yang akan mengalah mengikuti selera anak. Misalnya anak ingin sayur sop dan suami ingin sayur lodeh, maka sayur sop yang menang. Jika saya paksakan untuk memasak 2 jenis sayur, maka pengalaman yang sudah-sudah hasilnya pasti akan ada makanan yang tersisa dan terbuang percuma.
Masak sesuai kebutuhan untuk menghemat gas LPG. Foto : Dok.Pribadi |
Untuk jenis sayuran saya biasanya hanya menyediakan 1 jenis sayur, misal sayur sop atau sayur lodeh. Sementara untuk lauknya maksimal hanya 2 macam, misal ayam dan tempe atau telur ceplok dan tofu. Porsinya pun juga tidak berlebihan. Pokoknya saya tidak mau ada makanan yang tersisa hingga akhirnya hanya dibuang karena tidak termakan. Dengan memasak makanan sesuai kebutuhan maka otomatis juga akan menghemat penggunaan gas LPG.
6. Hemat dalam menggunakan air
Penggunaan air membutuhkan energi listrik, misalnya di rumah saya yang menggunakan sumur pompa. Jika air cepat habis, maka pompa air akan lebih sering beroperasi dan dampaknya penggunaan listrik akan meningkat. Penghematan air bisa dilakukan dengan cara disiplin mematikan kran air saat tidak digunakan. Menutup kran juga harus kencang, jangan sampai masih ada air yang menetes terus selama seharian. Selain itu saya juga biasa menampung air cucian beras dan sayuran untuk menyiram tanaman. Daripada air tersebut terbuang ke saluran air, maka air bekas cucian beras dan sayur ini bisa bermanfaat untuk memberi tambahan nutrisi bagi tanaman anggrek kesayangan saya.
sumber ilustrasi : 123RF.com |
Sejak ada virus corona memang perhatian kita semua jadi lebih banyak tertuju pada sektor kesehatan. Kita harus lebih banyak beraktivitas di rumah demi mencegah penyebaran virus. Selama di rumah kita juga dihimbau untuk banyak konsumsi makanan bergizi, rajin cuci tangan, olahraga, berjemur serta istirahat yang cukup. Meski sedang fokus soal kesehatan, namun jangan sampai perhatian kita jadi teralihkan dari isu perubahan iklim. Keduanya tetap bisa kok jadi perhatian kita secara bersama-sama.
Disatu sisi pandemi corona telah berhasil menurunkan emisi karbon yang bersumber dari aktivitas transportasi dan Industri pabrik, maka jangan sampai pandemi corona malah bikin emisi karbon ini meningkat dari sumber yang berasal dari rumah kita.
Di masa pandemi ini kita harus berhemat karena kondisi ekonomi sedang tidak menentu. Tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Uang yang ada sebaiknya hanya digunakan untuk membeli atau membayar hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan melakukan upaya penghematan dalam penggunaan listrik dan gas LPG selama masa karantina di rumah masing - masing, maka pengeluaran untuk membayar tagihan listrik serta belanja gas otomatis akan ikut hemat. Tak hanya keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan, namun kita juga sekaligus dapat berperan dalam menjaga bumi dari resiko dampak perubahan iklim yang semakin parah. Saya sudah sharing tentang cara saya dalam menghemat energi dari rumah, berikut juga ada tips mudah hemat listrik di rumah yang dibuat oleh kementrian ESDM yang bisa juga kita praktekkan supaya penggunaan listrik di rumah bisa semakin hemat.
Sumber ilustrasi : kominfo.go.id |
Meskipun hanya diam di rumah saja, kita tetap masih bisa melakukan upaya untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim yang semakin parah yaitu dengan cara bijak berenergi dari rumah. Isu perubahan iklim harus menjadi perhatian kita semua tanpa terkecuali. Makanya selama diam di rumah, yuk manfaatkan waktu untuk menambah wawasan tentang isu perubahan iklim ini dengan mendengarkan talkshow ruang publik serial perubahan iklim melalui podcast kbrprime.id. Atau bisa juga dengan turut serta menuliskan ide-ide tentang bagaimana cara kita berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim yaitu dengan cara berpartisipasi dalam lomba blog perubahan iklim KBR yang diselenggarakan oleh KBR dan IIDN. Saya sudah ikut berpartisipasi lho, masak kamu enggak?
Sumber Referensi :
"Artikel ini terpilih untuk dimasukkan ke dalam kampanye "Bloggers Peduli Lingkungan Terbaik 2024/2025" dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl."
2 comments
Sama mbak.. saya juga ibu yg pelit. Pengalaman sama, kalo terlalu banyak lauk justru bakal ada yang kebuang. Dan gak semua kucing pun mau makanan sisa tersebut. Jadi selektif banget kalo ketemu dagangan tukang sayur...
ReplyDeleteiya mba, sayang banget kalau sampai buang makanan. Sampah sisa makanan juga bisa memicu perubahan iklim dari gas methan yang dihasilkan
DeleteTerimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)