Pengalaman Menulis di Media
Suatu hari ada teman SMA yang mention saya di fb. Dia bilang dia barusan baca tulisan saya yang dimuat di sebuah media nasional. Awalnya saya cukup kaget karena saya malah lupa kalau saya pernah iseng-iseng kirim tulisan ke Republika kira-kira pada bulan Februari 2015 lalu. Tak disangka setelah 2 bulan berlalu akhirnya tulisan yang saya kirimkan via email itu dimuat juga. Sebenarnya saya nggak pede dengan tulisan yang saya kirimkan itu, karena tata bahasanya acak adut..hihihi...sebagai blogger yang masih belum profesional juga saya memang nggak pinter bikin tulisan yang tata bahasanya sesuai EYD. Jadi kalo nulis ya nulis aja nggak pernah mikir tata bahasanya bener atau salah. Makanya ketika tulisan saya dimuat di Republika saya yakin pasti bakal banyak editannya hehehe. Btw ini foto penampakan tulisan saya yang dimuat di Rubrik Buah Hati Leisure Republika , Selasa 21 April 2015
Setelah saya baca-baca memang tulisan saya jadi lebih manis dan lebih enak dibaca ketimbang versi aslinya. Judulnya aja diganti total sama editornya..tapi inti ceritanya sama sekali nggak berubah kok. Kalau mau baca versi aslinya kayak gini nih...*malu tutup muka*
*************************************************************************************************************
KETIKA
ANAKKU TIBA-TIBA BISA MEMBACA
“Mamaaa….inikan
buku ensiklopedi milikku, bukan buku
milik Papa” teriak Tayo anak saya suatu siang sambil
marah-marah. “Iya, ini memang buku milik
mas Tayo”, jawab saya menenangkan nya. “Kalau
ini buku milik Tayo, Kok ada nama mas Anton disampulnya? Harus nya nama mas
Tayo dong” protes Tayo lagi sambil merengut. Karena bingung, saya kemudian
mencoba mengamati Buku Ensiklopedi anak milik Tayo yang baru saja dibelikan
oleh papa nya. Ternyata di sampul buku tersebut memang ada stiker kecil
berwarna putih bertuliskan nama Mas Anton yaitu nama suami saya.
Saya baru ingat buku itu
memang dibeli oleh suami saya dengan cara memesan pada sales buku yang datang
promosi ke kantor suami. Berhubung yang pesan buku cukup banyak, oleh sales nya
masing-masing buku diberi stiker tempelan bertuliskan nama pemesan nya. Itulah
sebabnya kenapa di buku milik Tayo ada nama mas Anton tertempel di sampul nya.
Saya agak geli juga dengan
protes yang dilakukan Tayo, namun saya juga cukup kaget. Kok dia bisa protes
begitu, kalau begitu artinya Tayo sudah bisa membaca dong? Tayo anak saya umur nya
baru saja genap 5 tahun, dia masih bersekolah di TK A. Jujur saja saya bukan
tipe orang tua yang punya target agar anak saya bisa cepat pintar membaca. Sejak
Tayo masih kecil kami berdua membebaskan ia untuk bermain sesuka hati. Bahkan
saat memilihkan playgroup dan Taman Kanak-kanak, kami berdua sengaja mencari
sekolah yang tidak membebani anak untuk belajar calistung. Kami ingin masa
sekolah di TK benar-benar digunakan untuk bermain dan bersosialisasi bersama
teman sebaya saja. Sehingga saya cukup heran ketika tahu bahwa Tayo tiba-tiba
sudah bisa membaca sendiri.
Karena penasaran saya pun
kembali mengetes Tayo, apa benar dia sudah bisa baca. Lalu saya tunjukkan
beberapa tulisan di dalam buku ensiklopedi anak miliknya. Ternyata Tayo
benar-benar sudah bisa membaca dengan lancar. Bahkan dia juga sudah bisa
membaca tulisan berbahasa Inggris dengan cukup baik. Kenapa bisa begitu ya?
Saat saya diskusikan hal ini dengan suami, kami menarik kesimpulan bahwa
kemungkinan besar Tayo bisa membaca adalah dari kebiasaan kami bertiga main
tebak-tebakan.
Kami memang punya hobi main
tebak-tebakan. Segala hal yang ada di sekitar kami bisa jadi bahan untuk main
tebak-tebakan. Saat perjalanan naik mobil, kami sering main tebak-tebakan
dengan Tayo untuk membaca tulisan-tulisan yang terpampang di sepanjang jalan,
baik yang menempel di papan iklan maupun yang menempel di kendaraan umum.
Awalnya Tayo sama sekali tidak paham, dan kami juga tidak punya target untuk
membuatnya cepat paham. Hanya itu saja yang kami lakukan tiap hari sambil
mengantar jemput Tayo sekolah.
Sebenarnya niat awalnya
hanya untuk main-main saja. Tapi ternyata Tayo mampu merekam nya dengan sangat
baik sehingga tanpa kami sadari otak nya jadi
berkembang sendiri dengan pesat berkat permainan tersebut.
Hehehe..ternyata gampang sekali mengajari anak membaca. Tanpa harus memaksa nya
untuk belajar, cukup dengan bermain tebak-tebakan saja anak sudah bisa membaca
sendiri. Saya dan suami benar-benar merasa takjub.
Hmmm..berikutnya kami mau
mengajak Tayo main tebak-tebakan apa lagi ya?
************************************************************************************************************
Udah bacakan versi aslinya?jauh yaa sama kaidah EYD..hehehe...makanya bisa berhasil dimuat di republika tuh rasanya sesuatu banget. Apalagi foto saya dan Tayo juga ikut mejeng di media nasional ituuh *lebay*
Oia..berdasarkan pengalaman saya ini maka saya sarankan untuk jangan pernah ragu dan malu untuk kirim tulisan ke media. Selain bisa punya pengalaman eksis di media katanya kalau tulisan kita dimuat kita juga akan dapat honor lhoo...tapi untuk tulisan saya yang ini sampe sekarang honornya belum dikirim. Kata teman-teman yang biasa kirim tulisan ke media memang nunggunya cukup lama sekitar 2-3 bulan gitu.
Btw kalau tertarik kirim tulisan juga bisa kok dikirim via email ke alamat : leisure@rol.republika.co.id dengan subjek Rubrik Buah Hati, panjang tulisan jangan lebih dari 500 kata. Tema tulisannya tentu saja tetang cerita tumbuh kembang buah hati kita, mau pengalaman lucu anak kita atau pengalaman mengasuh anak bebas aja yang penting masih nyambung dengan cerita soal buah hati. Kirim artikelnya di lampiran email aja, trus lampirkan foto yang paling keren bersama buah hati. Jangan lupa juga tuliskan biodata singkat penulis plus nomor rekening bank di bawah artikel tulisan yang dikirimkan.
Selamat mencoba ya..semoga sukses dimuat juga :)
0 comments
Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)