#BlogVisitPertamina Bagian 2 : Suatu Hari di Pantai Kalbut
Ini adalah tulisan ke-2 saya
tentang #BlogVisitPertamina yang saya ikuti beberapa waktu lalu. Tulisan
pertama bisa dibaca di sini ya.
Denpasar, Kamis 9 Oktober 2014
Denpasar, Kamis 9 Oktober 2014
Jam tangan yang tergeletak di atas nakas masih menunjukkan waktu pukul setengah 5 pagi. Usai sholat subuh saya langsung mandi kemudian santai-santai nonton tv di kamar.
Saat saya lagi santai nonton tv tiba-tiba hp saya berbunyi. "Mbak lagi ngapain?ini udah ditungguin di lobi lho..cuma tinggal mbak Ari sama mbak Nur saja yang belum datang" terdengar suara Hendra mengingatkan saya. "Emang berangkat jam berapa sih kita?"tanya saya. "Kita check in di bandara jam 6. Pesawat berangkat jam 7, buruan mbak nanti ketinggalan. Ini sudah hampir jam 6". Olala..saya baru sadar ternyata jam tangan saya masih mengikuti Waktu Indonesia Barat. Sementara waktu di Bali sudah masuk WITA dan lebih cepat 1 jam.
Sayapun langsung membuka gordyn jendela kamar hotel...huwaaa bener ternyata di luar udah terang banget dan ini sudah hampir jam 6. Bergegas saya langsung mengetuk pintu kamar mandi, "Mbak Nuuur...mandinya cepetan. Ternyata ini sudah hampir jam 6. Teman-teman udah siap mau berangkat ke bandara..bisa ketinggalan rombongan nih kita kalo nggak cepetan" teriak saya panik mengingatkan mbak nur yang masih asik mandi.
"Whaaat...udah pada mau berangkat??Waduh gimana nih...iya..iya..tungguin bentaaar" mbak Nur menjawab dan langsung ikutan panik. Mbak Nur pun menyelesaikan mandi dengan kilat, dandan kilat lalu kami berdua segera berlari menyusul rombongan menuju lobi. Ternyata rombongan sudah berangkat, hanya tinggal Pak Rendra dan Pak Marlo dari Pertamina yang masih setia menunggu kami berdua. "Maaf pak kami terlambat" ucap saya dan mbak Nur. "Nggak apa-apa, masih ditunggu kok di bandara. Masalahnya pesawat yang terbang dari Denpasar ke Banyuwangi cuma ada 1 jadwal dalam sehari. Jadi kita nggak boleh telat" sahut pak Marlo sembari membagikan take away breakfast pada saya dan mbak Nur. Mobilpun melaju kencang dan akhirnya sampai juga kami di bandara.
Banyuwangi merupakan tempat tujuan pertama yang akan kami kunjungi selama mengikuti rangkaian acara Blog Visit Pertamina. Ada 10 Kompasianer yang sangat beruntung bisa ikut serta dalam kegiatan ini, mereka adalah Fandi, Rizky, Hendra, Ical, Dzulfikar, Pak Syukri, Pak Fadli, Pak Dwi, Pak Rushan dan saya. Selain dari kompasianer masih ada 10 orang yang bergabung dalam rombongan yaitu Pak Marlo, Pak Ucan dan Pak Rendra dari pertamina. Mas Andrew dari Kompas. Yoga dari wartawan kompas.com. Mbak Nur Hasanah dari admin kompasiana. Mas Dedy dan Mas Radit dari internal TV Pertamina serta 2 orang wartawan dari Republika dan ANTARA.
Saya dan Mbak Nur lagi nunggu boarding |
Pesawat Garuda ATR 72-600 (foto : dok. Pak Fadli) |
Hari itu kami ber-20 berangkat ke Banyuwangi menggunakan pesawat Garuda Indonesia tipe ATR 72-600. Berangkat dari Bandara Ngurah Rai Denpasar jam 7 pagi. Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit tibalah kami di Bandara Blimbingsari Banyuwangi. Setiba di bandara, sudah ada bus yang menunggu untuk mengantarkan rombongan kami melanjutkan perjalanan menuju Situbondo. Perjalanan melalui jalur darat ini diperkirakan butuh waktu sekitar 2,5 jam sehingga selama perjalanan acara diisi dengan brifing oleh pak Marlo tentang gambaran lokasi kantor pertamina yang akan kami kunjungi. Jadi kami semua akan diajak mengunjungi kapal pengangkut gas LPG milik Pertamina yang berlokasi di Pantai Kalbut. Kapal ini merupakan kapal pengangkut gas LPG terbesar di dunia dan saat ini Indonesia punya 2 buah kapal jenis ini. Setelah brifing singkat, acara dilanjutkan dengan perkenalan dari masing-masing kompasianer. Sebagai satu-satunya peserta perempuan, saya mendapat kesempatan pertama untuk memperkenalkan diri. Acara perkenalan berjalan dengan santai dan akrab. Dari sini saya jadi lebih mengenal sosok para kompasianer terutama yang berasal dari Aceh, Jakarta dan Tangerang. Kalau kompasianer yang dari Jogja saya sudah kenalan dari kemarin.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu lama, sampai juga rombongan kami di Pantai Kalbut. Kami transit dulu di kantor Pertamina Marine Region V-STS Kalbut untuk melakukan persiapan menyeberangi lautan menuju kapal VLGC Pertamina Gas 2. Kami akan menyeberang dengan menggunakan perahu lalu berganti menggunakan tug boat untuk menuju ke kapal VLGC yang bersandar di tengah laut.
Narsis dulu di depan kantor Pertamina |
Jalan kaki menuju dermaga (Foto:Dok.Hendra Wardhana) |
Menuju Kapal VLGC Pertamina |
Hal yang paling mengesankan saat mengunjungi kapal VLGC Pertamina ini adalah bertemunya saya dengan seorang kapten kapal tampan bernama Kapten Kosim. Bukan saya saja yang terpesona oleh ketampanan sang kapten, namun kompasianer cowok lainnya pun juga tampak sangat terpesona. Buktinya mereka semua saling berebut kesempatan untuk bisa foto bersama ataupun berdua saja dengan kapten kosim. Dengan sabar, kapten kosim mau melayani permintaan kami semua untuk foto bersama. Selain terkesan dengan Kapten Kosim, saya juga sangat terkesan dengan kemegahan dan kecanggihan dari kapal VLGC Pertamina. Pantas saja jika harga kapal milik pertamina ini mencapai angka 73 Miliar Dollar Amerika. Hmmm..kalo dirupiahin jadi berapa ya?
Semua ingin narsis bareng kapten (foto : dok. Hendra Wardhana) |
Dalam kunjungan ini masing-masing kompasianer juga punya tugas untuk menulis reportase kegiatan minimal 2 buah tulisan dan harus diposting di Kompasiana. Saya sendiri sudah bikin tulisan tentang kapal VLGC pertamina ini di Kompasiana sehingga rasanya nggak perlu lagi tulisannya saya ulang di blog ini.
Bagian Kompartemen Kapal VLGC Pertamina |
Aneka Kuliner di atas Kapal VLGC Pertamina (Foto : dok. Pak Fadli) |
Cukup lama juga lho..rombongan kami menghabiskan waktu di kapal VLGC Pertamina ini, mungkin sampai 2 jam lebih. Kami juga sempat menikmati kuliner di kapal yang cita rasanya sangat lezat sekelas dengan kuliner yang biasa disajikan di kapal pesiar. Selama menjelajah kapal, saya jadi inget sama Tayo anak saya. Pasti bakal seneng banget nih kalau Tayo diajakin main ke kapal sebesar ini. Tapi sepertinya nggak mungkin saya bisa mengajak Tayo main kesini, karena kunjungan ke kapal VLGC ini memang tidak diperuntukkan bagi masyarakat umum. Kalau bukan karena diajak oleh pertamina, nggak mungkin juga saya bisa sampai sini.
Setelah dirasa cukup, Pak Marlo segera memimpin rombongan untuk berpamitan pada Kapten Kosim dan pada seluruh awak kapal. Kepergian kami dilepas dengan lambaian tangan dari kapten kosim yang membuat kami jadi merasa terharu. Dengan menaiki tug boat perlahan rombongan kami pergi menjauh meninggalkan kapal megah itu. Kemudian berganti naik kapal yang lebih kecil yang akan mengantarkan kami kembali ke daratan. Kunjungan singkat di pantai kalbut hari itu telah jadi pengalaman yang sangat mengesankan bagi kami semua.
Meninggalkan Kapal VLGC Pertamina (Foto : dok.Hendra Wardhana) |
Bye..bye..Kapten Kosim (Foto ; Dok.Hendra Wardhana) |
Rombongan segera melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Denpasar. Tapi kali ini perjalanan ditempuh melalui jalur darat. Kenapa kok tidak naik pesawat lagi? Karena pesawat dengan rute penerbangan Banyuwangi-Denpasar sudah terbang sejak pukul 12 siang dan hanya ada 1 jadwal penerbangan dalam sehari. Sehingga tidak ada pilihan lain selain kembali ke Denpasar melalui jalur darat. Sebenarnya untuk acara makan malam, dijadwalkan rombongan kami akan makan malam di Jimbaran. Namun perhitungan waktu sepertinya jelas tidak cukup, karena diperkirakan jam 8 malam rombongan kami baru bisa menyeberang ke pelabuhan Gilimanuk. Sementara perjalanan Gilimanuk-Denpasar masih butuh waktu sekirar 3 jam lagi. Akhirnya diputuskan bahwa rombongan kami akan mencari makan malam di dekat pelabuhan Gilimanuk saja.
Benar saja selepas magrib bus yang kami tumpangi baru saja sampai di Pelabuhan Ketapang. Kami menyeberang dengan menggunakan Feri dan butuh waktu kira-kira 1 jam. Badan rasanya sudah lelah karena seharian lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk di dalam bus. Maka kesempatan di dalam Feri ini kami gunakan untuk jalan-jalan dan kongkow di warung kopi yang ada di dalam kapal. Pak Syukri kompasioner dari Takengon Aceh segera mengeluarkan senjata rahasianya yaitu kopi Gayo. Kopi ini memang khusus dibawa dari Aceh untuk oleh-oleh bagi teman-teman kompasianer selama di Bali. Saya juga ikut bergabung kongkow di warung tersebut. Tapi saya nggak ikut minum kopi gayo nya, nggak kuat sama efek kafeinnya. Sehingga cukup teh botol sosro saja yang menemani saya.
Sambil duduk-duduk kami ngobrol seru satu sama lain, sehingga waktu 1 jam menyeberang selat bali menggunakan kapal feri jadi tak terasa lama. Begitu kapal berlabuh di dermaga kami semua segera masuk kembali bus untuk meneruskan perjalanan. Tapi tentu saja mampir makan malam dulu di sebuah warung makan sederhana yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan. Menu makan malamnya adalah ayam betutu yang ternyata pedasnya LUARRR BIASAA!!!
Makan Malam yang bikin keringetan (Foto: Dok. Hendra Wardhana |
Ayam Betutu yang pedesnya bikin nangis (Foto: Dok. Hendra Wardhana) |
Usai makan rombongan kami segera melanjutnya ke perjalanan ke Denpasar yang masih cukup jauh. Bus yang kami tumpangi melaju dengan sangat kencang, dan tiba dengan selamat di Hotel Patrajasa pada jam 1 dini hari. Sampai hotel saya segera masuk ke kamar, membersihkan diri lalu sukses langsung tidur pulas. Dan lagi - lagi mbak nur sang admin kompasiana nggak bisa langsung tidur karena masih harus lembur ngetik bikin laporan reportase kegiatan. Salut dengan dedikasi kerja Mbak Nur pada kompasiana.
Bersambung ke sini
0 comments
Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)