Lindungi Anak-anak Kita dari Anemia Zat Besi dan Zat Seng
by
Arifah Wulansari
- December 29, 2012
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi
Anemia Gizi Besi (AGB) pada balita yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 40-45%. Prevalensi anemia zat gizi besi pada
anak usia 6 bulan – 5 tahun dari kalangan ekonomi mampu adalah sekitar 24 % dan
dari kalangan ekonomi kurang mampu sekitar 38%-73%. Anemia Gizi Besi dianggap
sebagai masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya lebih dari 5% jumlah
penduduk (WHO, 2001). Fakta tersebut menunjukkan bahwa masalah anemia gizi besi
di Indonesia masih merupakan masalah serius yang perlu kita waspadai disamping 4 masalah gizi balita lainnya seperti Kurang Energi Protein (KEP),
Kurang Vitamin A (KVA) , Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan Gizi
Lebih (Obesitas). Fakta tersebut juga menunjukkan bahwa AGB dapat terjadi pada
semua kelas ekonomi baik ekonomi mampu maupun tidak mampu. Banyak sekali dampak
negatif yang dapat terjadi pada anak yang kekurangan zat besi dan zat seng yang
pada akhirnya akan merugikan masa depan anak setelah mereka dewasa nanti.
Sehingga sebagai orang tua sangat perlu bagi kita semua untuk lebih memahami
tentang bagaimana cara melindungi anak-anak kita dari anemia zat besi dan zat
seng.
Apakah yang dimaksud dengan Zat Besi (Fe) ?
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Fungsi Zat Besi bagi tubuh sangat penting yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim dalam jaringan tubuh manusia. Sumber zat besi terdapat dalam makanan seperti daging, ayam, ikan, telur, hati, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah seperti pisang ambon.
Apakah yang dimaksud dengan Zat Seng (Zn)?
Seng
merupakan jenis mineral mikro yang hanya sedikit diperlukan tubuh, namun sangat
penting bagi tumbuh kembang anak. Tubuh mengandung 2 – 2,5 gram seng yang
tersebar di hampir semua sel. Seng memiliki peranan yang besar dalam proses
metabolisme tubuh karena zat seng berperan sebagai kofaktor pada kegiatan lebih
dari 200 macam enzim dan protein di dalam tubuh manusia. Zat seng banyak
terdapat pada makanan seperti daging, hati, kerang, telur, serealia dan
kacang-kacangan.
Apakah Penyebab Kekurangan Zat Besi dan Zat Seng pada anak?
Walaupun Zat Besi dan Seng banyak terdapat di dalam makanan, namun faktanya masih banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan besi, termasuk penduduk dan anak-anak di Indonesia. Kekurangan Zat besi dan seng pada anak-anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti konsumsi makanan yang kurang seimbang atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh. Disamping itu kekurangan zat besi juga bisa disebabkan oleh perdarahan karena infeksi cacing atau luka dan juga karena adanya penyakit yang mengganggu absorbsi seperti penyakit gastro intestinal.
Apa yang terjadi jika anak kekurangan Zat
Besi?
a. Gangguan Tumbuh Kembang
Bayi dan Anak-anak dalam masa pertumbuhan termasuk
dalam kelompok yang rawan kekurangan Zat Besi. Pada bayi dan anak-anak yang
mengalami anemia gizi besi akan menunjukkan gejala seperti lebih rewel, susah
makan, pucat, lemah, suhu tubuh dingin dan daya tahan tubuh menurun sehingga
mudah sakit.
Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar zat besi berada di dalam hemoglobin. Kurangnya Zat besi dalam tubuh menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah hingga di bawah nilai normal. Seorang anak dianggap sudah mengalami anemia bila kadar Hb dalam darah < 11 g/dl pada usia kurang dari 6 tahun dan kadar Hb < 12 g/dl pada usia lebih dari 6 tahun. Anemia Gizi besi berat di tandai dengan sel darah merah yang kecil dan nilai hemoglobin yang rendah. Hemoglobin di dalam darah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru – paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Menurunnya kadar hemoglobin dalam darah akan mengakibatkan terganggunya metabolisme energi di dalam otot sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah, letih, lesu , pucat, dan kurang nafsu makan.
Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar zat besi berada di dalam hemoglobin. Kurangnya Zat besi dalam tubuh menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah hingga di bawah nilai normal. Seorang anak dianggap sudah mengalami anemia bila kadar Hb dalam darah < 11 g/dl pada usia kurang dari 6 tahun dan kadar Hb < 12 g/dl pada usia lebih dari 6 tahun. Anemia Gizi besi berat di tandai dengan sel darah merah yang kecil dan nilai hemoglobin yang rendah. Hemoglobin di dalam darah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru – paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Menurunnya kadar hemoglobin dalam darah akan mengakibatkan terganggunya metabolisme energi di dalam otot sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah, letih, lesu , pucat, dan kurang nafsu makan.
Zat Besi juga memegang peranan penting dalam sistem
kekebalan tubuh. Sel darah putih yang berfungsi menghancurkan bakteri tidak
dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim – enzim
yang berperan dalam sistem kekebalan juga akan terganggu fungsinya. Sehingga
anak yang mengalami defisiensi besi secara otomatis juga akan mengalami
penurunanan kekebalan tubuh dan menjadi mudah sakit. Kondisi ini jika terus
terjadi dalam jangka panjang pada anak –
anak akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang.
b. Menurunkan Kecerdasan Anak
Menurut penelitian, anemia Gizi
Besi pada anak-anak dapat menyebabkan
penurunan IQ sekitar 5 sampai 15 poin
sehingga menghambat prestasi belajar
anak. Hubungan antara defisiensi besi dengan fungsi otak dijelaskan oleh Lozoff
dan Yodium pada tahun 1998. Beberapa bagian otak mempunyai kadar besi tinggi.
Kadar besi otak yang kurang dalam masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah
dewasa. Kekurangan zat besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak terutama
terhadap fungsi system neurotransmitter ( pengantar syaraf). Akibatnya kepekaan
reseptor saraf dopamine menjadi berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya
reseptor tersebut sehingga daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar
menjadi terganggu. Apabila anemia gizi besi terjadi pada bayi maka dampaknya
akan terlihat saat anak memasuki usia pra sekolah dan usia sekolah. Anak akan mengalami gangguan konsentrasi,
daya ingat rendah, gangguan perilaku dan tingkat IQ yang rendah.
Apa yang terjadi
jika anak Kekurangan Zat Seng ?
a. Gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual
Zat Seng merupakan bagian dari enzim peptidase
karboksil yang terdapat di dalam cairan pankreas sehingga seng berperan dalam pencernaan
protein. Kekurangan Zat seng pada anak akan mengakibatkan gangguan fungsi
pencernaan ,disamping itu dapat juga terjadi diare dan gangguan fungsi
kekebalan tubuh. Kekurangan zat seng kronis juga dapat mengganggu system saraf
dan fungsi otak. Kondisi ini dapat menyebabkan rata- rata pertumbuhan yang
lambat pada anak. Kekurangan Zat Seng juga dapat menurunkan produksi hormon
pada laki-laki yang menyebabkan infertilitas saat anak dewasa nanti, karena seng memiliki peran yang besar dalam
pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma.
b. Gangguan metabolisme vitamin A
Zat seng berperan penting dalam metabolisme vitamin
A. Retinal dehidrogenase di dalam retina yang mengandung seng berperan dalam
metabolisme pigmen visual yang mengandung vitamin A. Disamping itu seng
diperlukan untuk sintesis alat angkut vitamin A protein pengikat retinol (Retinol
Binding Protein) di dalam hati. Dengan
terkaitnya seng dengan metabolisme vitamin A berarti seng terkait dengan
berbagai fungsi vitamin A. Sehingga kekurangan seng dapat menyebabkan munculnya
gejala yang mirip pada kasus Kekurangan Vitamin A (KVA) seperti kesulitan dalam melihat di kegelapan / rabun senja,
penurunan ketajaman indra rasa dan memperlambat penyembuhan luka.
Bagaimana cara melindungi anak kita dari
Anemia Zat Besi dan Zat Seng?
Penelitian
menunjukkan bahwa anak yang mengalami defisiensi zat besi maka kemungkinan juga mengalami defisiensi
seng. Hal ini disebabkan karena sumber makanan yang mengandung zat besi dan zat
seng hampir sama yaitu sumber makanan hewani seperti daging, ayam, telur, hati
dan sebagainya. Sehingga secara umum sebenarnya jika anak-anak kita sudah cukup
mengkonsumsi makanan tersebut dalam kehidupan sehari-hari maka kita tidak perlu
khawatir mereka akan kekurangan zat besi dan seng. Namun kondisi riil yang
terjadi tidak se-ideal yang kita inginkan. Faktanya hingga saat ini masih
banyak anak-anak Indonesia yang mengalami kekurangan Zat Besi dan Zat Seng,
sehingga untuk melindungi anak kita dari anemia gizi besi dan seng kita perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Kekurangan Zat besi dan seng pada anak sebenarnya dapat di atasi dengan memberikan asupan makanan bergizi yang cukup terutama makanan bersumber hewani. Namun, banyak anak-anak dari kalangan ekonomi kurang mampu yang kurang mendapat makanan bergizi karena daya beli orangtuanya yang terbatas. Sehingga mereka dapat mengalami anemia dan penyakit kurang gizi lainnya. Anak- anak dari kalangan ekonomi yang mampu juga dapat terkena anemia apabila mereka memiliki gangguan pola makan atau terbiasa berpola makan tidak seimbang ( picky eater). Disinilah peran orang tua menjadi sangat penting. Membiasakan anak untuk makan dengan makanan yang bergizi, berimbang dan beraneka ragam sejak dini sangat perlu dilakukan sehingga anak tidak terbiasa untuk makan hanya satu atau beberapa jenis makanan yang di sukainya saja. Jika memang keluarga memiliki keterbatasan daya beli sebenarnya telur dan tempe bisa dijadikan makanan pilihan untuk memenuhi kebutuhan besi dan Seng pada anak karena harganya yang cukup terjangkau namun nilai gizinya tak kalah tinggi jika dibandingkan dengan daging atau ayam.
- Pemberian suplemen zat besi dalam bentuk tablet atau sirup juga mungkin untuk diberikan, namun pemberian harus berdasarkan pada rekomendasi dari dokter. Karena penggunaan suplemen zat besi yang tidak tepat justru dapat menyebabkan masalah lain seperti konstipasi atau perdarahan pada saluran pencernaan. Jika memang direkomendasikan dokter untuk mengkonsumsi suplemen besi maka harus diimbangi dengan konsumsi makanan yang mengandung protein. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi suplemen besi tidak akan memberikan efek apapun pada tubuh apabila kadar protein serum darah dalam tubuh rendah. Protein mempunyai peran yang penting pada proses transportasi zat besi di dalam tubuh. Kurangnya asupan protein akan menghambat transportasi zat besi sehingga terjadi defisiensi besi. Konsumsi Vitamin C juga akan mempermudah penyerapan zat besi oleh tubuh Sehingga apabila anak memang direkomendasikan dokter untuk minum suplemen besi, sangat disarankan untuk disertai dengan konsumsi daging, ayam atau ikan bersamaan dengan buah-buahan yang kaya vitamin C.
- Berikan ASI Eksklusif pada bayi sampai umur 6 bulan karena pemberian ASI secara eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan akan mengurangi resiko terjadi anemia pada bayi. Penilitan para ahli menunjukkan bahwa Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan yang diberikan ASI Eksklusif selama 6 – 9 bulan menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi serta zat seng yang normal. Absorbsi Seng yang berasal dari ASI lebih baik daripada yang berasal dari susu sapi.
- Apabila kita memberikan susu formula kepada balita/anak-anak maka pilihlah susu yang diperkaya dengan zat besi dan seng contohnya susu milkuat botol tiger. Jangan lupa untuk selalu membaca kandungan nilai gizi yang tertera dalam kemasan susu anak karena jika bukan orang tua yang selektif memilih makanan/minuman pabrikan untuk dikonsumsi anak maka siapa lagi yang mau melakukannya untuk anak kita?
- Mengajarkan anak-anak untuk memiliki kebiasaan hidup bersih dan sehat agar mereka dapat terhindar dari penyakit infeksi dan parasit juga penting dilakukan karena anak-anak juga bisa mengalami anemia gizi besi apabila mereka mengidap cacingan.
- Perlu di garisbawahi juga bahwa perlindungan terhadap kekurangan zat besi dan seng pada anak juga perlu dilakukan sejak anak kita masih berada di dalam kandungan. Kekurangan Zat Besi pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan saat melahirkan dan resiko bayi lahir dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Kekurangan Zat Besi pada ibu hamil juga dapat meningkatkan resiko anak menderita asma. Resiko ini terungkap dalam penelitian yang dimuat di Jurnal Annals of Allergy, Asthma and Immunology. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa resiko asma pada anak usia 1-2 tahun meningkat 3 kali lipat jika ibunya memiliki riwayat anemia gizi besi saat hamil.
- Akan lebih baik lagi apabila upaya pencegahan anemia gizi besi ini dilakukan secara lebih dini lagi yaitu sejak tahap remaja usia subur hingga dewasa usia subur yaitu mulai umur 13 - 45 tahun. Pada usia ini merupakan masa-masa yang produktif dan rentan akan permasalahan gizi namun memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Jika pada usia tersebut mereka telah diberikan pemahaman yang baik tentang pentingnya asupan zat besi dan seng yang cukup bagi pencegahan lahirnya anak-anak dengan anemia di masa mendatang, diharapkan dapat memutus rantai masalah anemia gizi besi di Indonesia dan pada akhirnya dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang lebih sehat, kuat dan cerdas.
Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Sunita Almatsier, 2001 & dari berbagai sumber lainnya